Macapat Syafa’at 17 November kali ini diawali
oleh Pak Toto dengan mempersilahkan
jama’ah dari Magetan dan Ponorogo untuk
naik pentas untuk bersapa tegur langsung
dengan seluruh jama’ah. Kawan-kawan dari 2
kabupaten di Jawa Timur ini sedang merintis
lingkaran maiyah baru ditempatnya masing-
masing dan meminta dukungan seluruh
jama’ah yang hadir malam itu agar apa yang
kini tengah mereka rintis itu akhirnya dapat
menjadi embrio lahirnya lingkaran Maiyah baru
mengikuti beberapa kota di Indonesia yang
telah berjalan jauh terlebih dahulu. Sebelum
kawan-kawan Jama’ah Maiyah dari Magetan
dan Ponorogo naik ke panggung, Pak Toto
telah menyinggung adanya kecenderungan
dari para Jama’ah bahwa muara akhir dari
kegiaan Maiyah adalah mengundang CNKK.
“Ini harus dibenahi dulu. Maiyah itu lebih
mengutamakan prosesnya, Maiyah adalah
membangun interaksi dan dialektka yang
seseimbang mungkin bagi terciptanya dialog
dan kegiatan saling belajar antar sesama
dengan mengedepankan akal sehat dan
kemurniaan persaudaraan. Yang penting spirit
Maiyah yang harus dikembangkan. Maiyah
tidak boleh terjebak pada birokratisme,”
demikian tutur Pak Toto.
Melanjutkan pembicaraan, Pak Toto
mengemukakan bahwa seluruh kegaduhan
sosial politik dan kemasyarakatan yang terjadi
hingga kini di masyarakat kita ini boleh jadi
penyebabnya adalah akhlak yang tidak beres.
“Kalau bicara akhlak itu kemungkinannya ada
dua, yaitu terpuji atau tercela. Ini dimensinya
tidak hanya menyangkut personal namun juga
berlaku untuk level sosial termasuk di
dalamnya akhlak politik, akhlak ekonomi, dan
sebagainya.”
Menjelang pukul 23.00 WIB KiaiKanjeng naik
pentas dan langsung membawakan
Hasbunallah. Setelah itu Cak Nun membuka
komunikasi dengan jama’ah. Sebelum
memulai “ medhar sabdho” Cak Nun mengajak
seluruh jama’ah mengawali Maiyahan dengan
membaca surat Al-Fatihah, Al-Ikhlas, Al-Falaq
dan An-Naas. “Mari terlebih dahulu memulai
semua ini dengan membaca Al-Fatihah, dan 3
Qul dengan hajat utama yaitu agar anda tidak
dibiarkan oleh Allah kekurangan rezeki, agar
Allah tidak membiarkan hati anda semua
dikuasai oleh kebencian”, terang Cak Nun.
Angkringan Pak Sugi
Mocopat Syafaat 17 November 2012
Foto oleh Adin (Progress)
Dokumentasi Progress
Pada purwa pembicaraan Cak Nun
menyampaikan “Karena kita sekarang berada
di tengah ketegangan dan ketidakpercayaan
satu sama lain. Antara rakyat dengan
pemerintah, antara umat beragama maupun
antara sesama umat sehingga ketegangan-
ketegangan dan kesalingtidakpercayaan itu
melahirkan kebencian. Semua ini
menyebabkan terjadinya arus pendek sehingga
gampang mbledos ,” papar Cak Nun.
Cak Nun kemudian meyambung pembicaraan
dengan mengutarakan mengenai identitas.
“Ada identitas yang cair dan ada identitas
yang padat. Misalnya Rasulullah berkata,
“barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari
Akhir, hendaknya dia memuliakan tamunya. Ini
padat atau cair? Lantas Maiyah ini cair apa
padat? NU padat atau cair? Muhammadiyah?
Kalau engkau padat, engkau bisa patah? Tapi
engkau harus tahu kapan harus padat dan
kapan seharusnya cair,” Cak Nun
menjelaskan.
Meneruskan uraiannya, Cak Nun menjelaskan
bahwa struktur anatomi tubuh kita terdiri dari
yang padat dan yang cair sehingga kita
semestinya memakai ketepatan proporsi untuk
bersikap terhadap identitas tersebut. “Maiyah
ini sudah “ ambeng” bukan “ tumpeng ”.
“ Ambeng ” itu kita sudah duduk sama-sama,
lain dengan tumpeng yang harus dibuat lancip
di pucuknya. Maka yang kita lakukan sekarang
adalah pengajian, bukan pengkajian. Kalau
pengkajian itu sebuah peristiwa akal,
sedangkan pengajian bersifat ruhaniah dan
intelektual, yaitu mengusahakan pengetahuan
dan pengalaman agar “aji” (martabat/tingkat
keberhargaan) hidup kita meningkat. Orang-
orang Maiyah berkumpul di sini karena merasa
sama-sama tidak pandai dan tidak berilmu
makanya kita berkumpul seperti ini untuk
mencari ilmu. Orang datang ke sini
berkeinginan untuk menjadi baik,” jelas Cak
Nun.
Lalu Cak Nun melanjutkan, “Apakah di sini
anda bisa punya cara untuk mengetahui
seberapa iman anda? Bisa nggak kita
mengukur akidah? Bisa nggak kita mengukur,
kita ini Islam atau belum Islam? Kalau engkau
menjawab “bisa”, lho, itu rak cangkemmu ? Lha
atimu? ( itu kan mulutmu, lha hatimu? ). Kita
tidak bisa menilai Islamnya orang, kita tidak
bisa menilai sesat atau bukan kecuali MUI,”
kata Cak Nun disambut tawa jama’ah.
Kemudian Cak Nun meneruskan cara berpikir
ini, “Indikator benar atau tidak-nya akidah itu
bisa diukur atau tidak? Perlu tidak kita ngurusi
imannya orang? Mas Toto ini ditakdirkan
Tuhan tidak pintar Bahasa Arab dan mengaji
agar tidak pandai ngapusi orang. Jadi, yang
ditunggu orang itu akhlaknya atau akidahnya?
Maka kita nanti akan mengetahui bahwa
Rasulullah itu diutus untuk menyempurnakan
akhlak.
Dalam menjelaskan soal akhlak dan akidah ini,
Cak Nun menegaskan bahwa dalam filosofi
Barat ada istilah sekuler, yaitu memisahkan
urusan agama dan pengetahuan. Di sini ada
dikotomi, maksudnya dalam institusi modern
sekuler itu urusan baik-buruk, benar-salah,
indah-tidak indah itu masing-masing
dipisahkan. Biologi itu tidak ada urusan
dengan agama dan dengan Tuhan.
Matematika juga tidak. Padahal sebenarnya,
jika kita belajar apapun dengan niat ingin
menikmati kebesaran Tuhan, itu jadi pelajaran
agama.
Paparan Cak Nun ini sejenak dijeda dengan
penampilan Hayya, putri Cak Nun yang
membawakan Someone Like You (Adele) dan I
Have Nothing (Whitney Houston). Putri Cak
Nun yang masih duduk di SMP ini telah
memperlihatkan bakat menyanyi yang diwarisi
dari kedua orang tuanya sehingga dua lagu
yang diwakan malam itu memukau penonton.
Selesai dengan penampilan Hayya, Cak Nun
menjelaskan bahwa beliau dan Mbak Novia
tidak bermaksud memaksa atau menginginkan
anak-anaknya jadi penyanyi. Menurut Cak Nun,
sebagai orang tua, beliau dan Mbak Novia
hanya berusaha menemani anaknya agar
bertemu dengan apa yang telah dikehendaki
Tuhan diri mereka. Soal sukses atau tidak
sukses, biar anak-anak sendiri yang
merumuskan dan menemukannya. “Sukses
adalah ketika anda menemukan jalan seperti
yang dikehendaki Tuhan atas diri anda,”
ungkap Cak Nun.
Selanjutnya Cak Nun meneruskan bahasan di
awal tadi yakni perihal “padat” dan “cair”.
“Menghormati tamu itu baik tapi harus juga
didukung oleh kebenaran dan keindahan. Ini
bisa dilakukan di mana pun termasuk di
wilayah manajemen pemerintahan dan
sebagainya. Nah , di sini (Maiyahan) keindahan
itu menjadi bagian dari kebenaran, bukan
hanya aksesoris. Keindahan itu bagian yang
substansial dari kebenaran sebab tidak
mungkin Allah menciptakan segala sesuatu
yang indah tanpa mengandung kebenaran. Dan
sekarang umat Islam tak melihat keindahan
itu tapi melihat apa yang “padat”. Yang dilihat
pakaiannya/kostumnya, gayanya dan
penampakan-penampakan lahiriahnya,” tutur
Cak Nun. Untuk mejelaskan soal keindahan
tersebut, Cak Nun memberi contoh dari Al-
Qur’an. Menurut Cak Nun, Al- Qur’an yang
berisi kebenaran dan kebaikan itu pasti selalu
disertai oleh keindahan. Pada aspek tekstual,
keindahan itu tampak pada persajakan, rima,
morfem-ologi, fonem-ologi dan sebagainya dari
ayat-ayat di dalam Al-Qur’an.
Mocopat Syafaat 17 November 2012
Foto oleh Adin (Progress)
Dokumentasi Progress
Cak Nun melanjutkan pembicaraan dengan
mengambil pelajaran dari permasalahan di
Sampang beberapa waktu yang lalu. “Oleh
seorang habib, saya dibilang lebih berbahaya
dari Syi’ah. Tapi saya tidak marah. Saya
malah heran kok ternyata hebat benar saya ini
bisa lebih hebat dari Ahmadinejad (disambut
tawa jama’ah). Saya tidak marah dibilang
lebih berbahaya dari Syi’ah. Saya tidak mau
ngurusi hal-hal seperti itu karena selama
hidup ini saya mengerahkan seluruh waktu,
usia, dan tenaga saya untuk mencari Islamnya
Muhammad.”
Selesai dengan uraiannya, Cak Nun
mempersilahkan Mas Helmi untuk
memfasilitasi berlangsungnya interaksi dan
dialog pada malam itu. Dari beberapa
pertanyaan yang mengemuka, diantaranya
adalah tentang bagaimana kita harus
berakhlak pada negara yang tidak bersikap
ihsan kepada kita. Kemudian dari seorang
jama’ah perempuan bertanya soal fenomena
aliran sesat yang merebak beberapa waktu
terakhir di Indonesia. Lalu ada juga yang
menanyakan, bagaimana cara kita mengetahui
akhlak itu cair, terus yang ini padat?
Pak Mustofa W. Hasyim merespons
pertanyaan soal akhlak terlebih dahulu. Dalam
pandangan Pak Mustofa, akhlak itu harus
mengalir. Tapi ia akan memadat karena ada
kesepakatan-kesepakatan sehingga
mengendap menjadi norma. Dengan begitu
akhlak akan menjadi padat sekali ketika
menjadi norma. Sementara itu, menanggapi
hal ini Cak Nun mengajak jama’ah untuk
membuat maping terlebih dahulu. “Dalam
idiomatik ilmu sosial, nilai itu cair, norma ½
padat dan hukum itu padat. Nah, akhlak itu
pada dasarnya cair tapi butuh padatan-
padatan hingga sampai wilayah dan level
tertentu. Padatan akhlak pada wilayah
keluarga tidak seperti padatan hukum. Sholat
itu padat tapi yang bisa memadatkan hanya
Allah. Maka saya tidak bisa memaksa orang
untuk beriman.”
Lalu Cak Nun menceritakan pengalamannya
dahulu ketika “dipaksa” untuk bergabung
dengan ICMI ( Ikatan Cendekiawan Muslim
Indonesia). “Dulu saya pernah diajak masuk
ICMI dan pada suatu saat ada rapat di dalam
pesawat yang hasilnya meminta agar seluruh
anggota ICMI untuk melakukan sholat. Tapi
saya menolak. Hubungan kita dengan Allah itu
tidak boleh diikut campuri oleh yang selain
Allah. Jadi kalau manusia atau pemerintah
memaksa/mewajibkan orang untuk sholat, itu
artinya negara mengambil alih wewenangnya
Allah. Ini yang dimaksud bahwa yang bisa
memadatkan sholat itu hanya Allah. Orang
tidak boleh memaksa atau mengharuskan
orang lain untuk melakukannya. Dalam urusan
keluarga, orang tua boleh mengarahkan
anaknya tapi harus sampai level tertentu,
sampai batas wewenang Tuhan atas
manusia.” jelas Cak Nun.
Menanggapi pertanyaan tentang bagaimana
kita berakhlak kepada negara/pemerintah yang
tidak berakhlak kepada rakyatnya, Cak Nun
menjawab, “Ini bahkan tidak hanya tidak
berakhlak tapi sudah gagal sebagai negara.
Tapi yang gagal negara dan pemerintahnya,
sementara rakyatnya sangat sukses dan
berhasil. Bangsa Indonesia susah diajak
berevolusi karena bangsa Indonesia sangat
kuat sehingga tidak merasa tersakiti. Maka
tidak ada pekerjaan yang paling enak melebihi
Pemerintah Indonesia karena rakyat tak
banyak bergantung pada pemerintah. Kalau di
negara tetangga atau di banyak negara Eropa,
pemerintah sibuk ngurusi dan melayani rakyat
karena di sana rakyatnya lemah, tapi kalau di
sini rakyat sudah sangat kuat sehingga tidak
perlu bergantung terlalu serius kepada
pemerintahnya.”
Di antara jama’ah ada yang meminta
pendapat Cak Nun soal Pilkada DKI Jakarta
beberapa waktu yang lalu. Untuk soal ini Cak
Nun berpandangan bahwa kita belum tahu
eskalasinya, karena ibaratnya ini baru ronde
pertama. Yang jelas kita harus berbaik
sangka. Bahwa pada kenyataannya sangat
susah untuk menjadi orang baik di Indonesia.
Sebenarnya apa yang dilakukan itu sangat
biasa tapi karena selama ini kita berada
diantara para “bandit”, maka kita melihat apa
yang diperagakan oleh beberapa pejabat itu
secara berlebihan. “Kalau seorang pemimpin
turun ke tengah masyarakat dan rajin
membangun komunikasi dengan rakyat
dengan kerendah-hatian itu kan memang
sudah seharusnya. Itu bukan hal yang luar
biasa. Jadi, kebenaran itu terasa mewah
karena sehari-hari kita berada di antara
ketidakbenaran-ketidakbenaran. Kebaikan itu
kita pandang sebagai sebuah kemewahan
karena setiap hari kita berada di tengah-
tengah ketidak-baikan dan kesombongan,” Cak
Nun memaparkan.
Selanjutnya, menanggapi pertanyaan jama’ah
soal aliran sesat, Cak Nun balik bertanya
terlebih dahulu, “Dari mana dan bagaimana
anda memahami istilah sesat itu? Istilah itu
bisa dipertanggungjawabkan secara
substansial dan denotatif atau itu hanya
bahasa umum?” Menurut Cak Nun kita lebih
baik jangan cepat ikut-ikutan gampang
percaya terhadap cap-cap atau stigma-stigma
terhadap pandangan tentang sesuatu hal.
Lebih utama agar kita melakukan penelitian
dan pencarian ilmu sampai selengkap-
lengkapnya terlebih dahulu sebelum menilai
sesuatu. “Kalau engkau capek dan tidak ada
waktu melakukan semua itu, ya sudah, jangan
kau pikirkan,” kata Cak Nun.
“Maka jangan sesat atau tidak sesat yang
menjadi konsentrasi pemahamanmu tapi
produknya memecah belah atau
mempersatukan manusia? Kalau itu memecah
belah, tinggalkan. Nah, Maiyah ini cair
sehingga Anda sama sekali tidak punya
kewajiban untuk taat kepada saya,” urai Cak
Nun memungkasi.
Setelah itu Mas Helmi dari Progress
melakukan resume dari seluruh pebicaraan
malam itu. Beberapa yang penting yang
disampaikan Mas Helmi, bahwa soal akhlak
dan akidah itu seharusnya mempunyai
implikasi keluar dan kedalam diri. Ke dalam
akan semakin menegaskan kualitas diri
terhadap kebenaran dan ke luar yakni akan
berupa sikap sosial yang semakin positif. Mas
Helmi juga melihat bahwa tema Mocopat
Syafa’at 17 November 2012 ini (pembelajaran
soal akidah dan akhlak) bisa terkait dengan
wacana kontrak sosial di antara manusia yang
sudah sedari dulu menjadi perhatian para
filosof sosial, yakni bagaimana kita harus
menempatkan urusan akhlak dan akidah pada
posisi yang sebenar-benarnya, sebaik-baiknya
dan seindah-indahnya.
Pada bagian ujung acara, Cak Nun bercerita
bahwa suatu hari dahulu, Pak Kunto
(Kuntowijoyo) terkena serangan stroke. “Nah,
pada saat itu beberapa teman pak Kunto
bilang ke Bu Kunto bahwa misal pun Pak
Kunto sembuh, beliau akan lumpuh. Ini tentu
membuat Bu Kunto bersedih. Lalu saya temui
Pak Kunto, dan ketika itu saya bisikkan ke
telinga beliau, Yaa Khaaliq Ya Baari Y aa
Mushawwi. Lalu beberapa waktu kemudian
Pak Kunto ternyata justru menghasilkan
tulisan-tulisan yang lebih hebat dan lebih
bagus. Ini artinya, kalau anda mengalami
penderitaan oleh manusia, anda mendapat hak
langit untuk meminta Iradah- Nya,” demikian
Cak Nun memberikan penjelasan.
Jasa cuci gosok// Tanpa dijemur// Ekspres// Gratis antar jemput// Parfum sesuai selera// Wangi tahan lama// Gratis packing// Rapih// Bersih higienis// Praktis. Hub: HP/WA +62 812-8641-9903.
Sabtu, 12 Desember 2015
Tuhan yang Tahu Akidahmu, Masyarakat Butuh Akhlakmu (cak nun)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
bersiin noda
1. Anti Noda Bandel ( Alkali) Sifat kimiawi : Merenggangkan (melemaskan / melembutkan) kontur serat dengan tujuan “membuka jalan” bagi molek...
-
Kring kring goes goes...... Kadang setiap minggu pagi saya bersama Tata bersepeda jalan-jalan menikmati udara pagi, keliling peruma...
-
aturan dibuat memang untuk dilanggar pelanggar malah tidak diberi sanksi malah dapat promosi
Tidak ada komentar:
Posting Komentar